Kisah Josi ini mungkin mewakili banyak sekali kisah cinta di abad ini. Ceile!
Perkenalan mereka berawal dari tandem bahasa antara Jerman dan Indonesia. Josi dengan sopannya menghubungi suatu organisasi Indonesia-Jerman untuk diberikan referensi mengenai seseorang yang dapat menjadi mentor bahasa Indonesianya, karena beliau ingin memulai bisnis di Indonesia. Akhirnya terjadilah pertemuan antara Josi dan sang mentor.
Diantara mereka berdua ternyata tidak berhenti di situ, melainkan bertunas pula perasaan cinta. Setelah berlanjut ke pendekatan yang lebih intens, mengakulah Josi ini bahwa dia sedang menjalin hubungan dengan seorang perempuan dari belahan dunia lainnya. Beliau juga mengatakan, bahwa seandainya pertemuan mereka terjadi lebih dulu daripada pertemuan Josi dan sang perempuan, maka tak diragukan lagi, sang mentorlah yang seharusnya mengisi hati Josi seutuhnya. Usut punya usut, Josi dan sang perempuan memang baru saja berkenalan saat si Josi berlibur ke negeri itu beberapa bulan sebelumnya.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana sang mentor sebaiknya bereaksi terhadap pengakuan Josi ini?
Ada dua kemungkinan (mungkin juga lebih, silakan komentar):
- menerima kenyataan, menjauhi Josi atau bergaul hanya sebatas rekan tandem bahasa;
- lanjut pendekatan, toh si perempuan hidupnya jauh di belahan dunia lain.
Untuk menjawab pertanyaan ini, ada hal lain ternyata yang menjadi pertimbangan moral: si perempuan di belahan dunia lain itu sedang hamil (katanya sih bukan dari Josi) dan baru berusia 20 tahun. Sementara sang mentor berusia 30 tahun. Lambat tapi pasti, sang mentor berkeputusan membatasi hubungannya dengan Josi, walaupun Josi tetap ingin bermain dua: satu di sini dan satu di sana.
Begitulah kisah cinta sang mentor yang disampaikan dalam perbincangan kami. Sang mentor merupakan wanita dewasa yang mampu menunjukkan kebesaran hatinya. Dia tidak mau menjadi yang kedua, apalagi harus berebut lelaki atau calon ayah bagi bayi tak berdosa, atau memperjuangkan lelaki yang tidak dapat membuat keputusan.
Saat mendengarkan kisah ini, saya menyadari betapa indahnya cara "perempuan" dalam menunjukkan cinta dan sayang. Cara lelaki beda lagi. Saya yang mengenal sang mentor secara pribadi, mengetahui dengan jelas, betapa wanita ini pasti menang jauh bila dia mau bersaing dengan sang perempuan belia. Baru kali ini saya menyaksikan langsung, arti dari "cinta tak harus memiliki".