Kinder- und Jugendpsychiatrie in Indonesien

PAR di INDONESIA

Proyek KiJu adalah proyek praktis psikologi dalam perwujudan hak anak terhadap kesehatan dan perkembangan psikis.

1. Apa itu Psikiatri Anak dan Remaja (PAR)?

PAR itu adalah ranah penanganan anak dan remaja yang memiliki risiko kesehatan psikis. Ada yang berupa:

Praktik psikoterapi diperuntukkan untuk penanganan yang sifatnya preventif atau rutin.

Klinik dapat berupa penanganan yang lebih intensif dengan kemungkinan rawat inap, atau berupa klinik rehabilitasi untuk persiapan klien ke dunia normal.

Rumah sakit psikiatri diperuntukkan terutama bagi penanganan psikis akut. Misalnya korban atau pelaku kekerasan ataupun penanganan psikis yang membutuhkan kontrol obat-obatan. Penanganan ini sebaiknya dilakukan secara terintegrasi oleh psikolog, psikoterapis, dokter, perawat dan pekerja sosial, ataupun praktisi seperti fisioterapis, ahli gizi, dll.

2. Mengapa instansi seperti ini penting untuk dikembangkan di Indonesia?

Potensi strategis yang dimiliki anak dan remaja Indonesia!

Penanganan dini terhadap permasalah psikis di usia anak/remaja terbukti meredam permasalahan psikis serius di usia dewasa. Diagnostik pada anak/remaja biasanya masih merupakan kondisi terhambat, jadi belum gangguan yang termanifes seperti pada orang dewasa.

Dengan diagnostik dini, maka potensi anak/remaja dapat digerakkan ke jalur yang sesuai, misalnya jenis sekolah, keterampilan beradaptasi dan regulasi emosi, atau jalur-jalur lainnya. Ini penghematan besar! Selain itu, terjadinya harus dengan partisipasi orangtua dan stakeholder (misalnya KPAI, kepolisian, dsb.) Artinya, penanganan ini mencakup sistem yang besar, sehingga dampak yang diharapkan juga jauh lebih besar.

3. Bagaimana kondisi psikiatri anak dan remaja di Indonesia saat ini? Riskankah?

Iya, riskan, contoh pun konkret dan kuat! Hasil ekstrem dari ketidakseimbangan kesehatan mental adalah keberadaan korban dan pelaku kriminalitas. Gejala latennya: 

kasus anak menjadi korban atau pelaku kekerasan, narkoba, diskriminasi-radikalisme, dll. dan kasus dewasa, sebagai hasil ketidakseimbangan kesehatan mental yang tidak tertangani sebelum menjadi klimaks.

Belum lagi kondisi yang menghindarkan anak&remaja dari tumbuh kembangnya yang optimal. Gejalanya: tingginya angka kelahiran, pekerja anak dan kasus perceraian; rendahnya partisipasi pendidikan, persiapan anak berbakat, pendampingan anak terlantar - penyandang disabilitas, tenaga kerja handal, dst. Fokus kita yaitu 79,55 juta (2018) anak Indonesia. 

Kondisinya masih jauh dari standard perkembangan optimal bagi hak anak/remaja. Dalam profil anak Indonesia 2018 yang diunduh dari https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/41/2537/profile-anak-indonesia-tahun-2018 tercatat misalnya:

- 3.048 anak pelaku kriminal (menurun dibandingkan 2017 sebanyak 3.479 anak)

- 7,05% perkerja anak usia 10-17 tahun (di tahun 2017 mencapai 7,23%)

- 7,70% anak dengan disabilitas putus sekolah dan 16,66% bahkan tidak mengecap pendidikan

- 39,92% pernikahan anak usia 10-17 tahun, dsb.

Praktisi psikolog anak&remaja di Indonesia sebenarnya udah banyak ya. Selain itu juga ada lembaga seperti KPAI dan Kementrian yang bertugas khusus untuk hal ini. Ditambah lagi organisasi dan pengamat anak yang mendorong pemenuhan hak-hak anak.

Lalu dimana lagi yang kurang? Yang kurang adalah di pembangunan sistem persiapan 20 tahun ke depan, sekaligus penanganan kasus secara lebih profesional dan detil komprehensif. Contohnya tahapan penanganan kasus, pendidikan kesehatan mental, peningkatan standard lembaga tahanan, pendidikan berbasis partisipasi, dll, sebaiknya berdasarkan penelitian yang komprehensif yang disesuaikan dengan manusia Indonesia.

For correspondence:

info@aled-project.com